Judul di atas mungkin akan muncul di antara rekan-rekan kita yang sudah menabung dan berinvestasi dalam bentuk emas. "Kok kayaknya perak kurang mantep deh..." atau "Kayaknya perak gak ada daya tariknya..."
Iya sih, perak terkesan dinomorduakan... terlihat juga dari segi harganya yang ketinggalan jauh dari emas. Medali Perak di SEA Games juga berarti nomor dua kan? hehehe.
Tapi kita coba lihat dari sisi yang berbeda sedikit deh, target kita kan mau nabung emas... tapi emasnya gak bisa kebeli langsung juga kan tiap bulan? Berarti harus istiqomah nabung rupiah dong ya? Ayo nabung-nabung.... eh pas duit kekumpul, emasnya kok naik? Ya rupiah emang nggak bisa ngejar harga emas...
Coba nabungnya dalam bentuk Dirham (perak). Harga Dirham juga terus naik lho, walaupun gerakannya gak "seliar" pergerakan harga emas. Contoh deh, 14 Februari 2011 di hari Palentin kata orang, hehehe. 1 Dirham cuma 33 ribu Rupiah loh... Nah sekarang dah 70 ribuan. Dan yang terpenting, harga perak juga terkait kurs Dolar x Rupiah. Sehingga tabungan kita aman sekalipun misalnya Rupiah drop lagi ke posisi yang sangat buruk.
Nah peluang ini bisa kita tangkap loh kalau kita punya tujuan untuk menabung emas. :) Saat Dirham (perak) kita sudah banyak tinggal kita konversikan tabungan Dirham (perak) kita ke bentuk emas. Yang fisik ya... jangan yang lain :)
Wallahualam
Senin, 21 November 2011
Minggu, 20 November 2011
Bagaimana Uang Kertas Memiskinkan Seseorang (1)
Jakarta, 21 November 2011
Alkisah Pak Jahe adalah seorang pengusaha sepatu yang cukup sukses. Penghasilan terbesarnya didapatnya dari ekspor ke negara-negara tetangga. Simpanan uang dan modal Pak Jahe mencapai Rp 500 juta. Tapi Pak Jahe tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia dan keluarganya hanya tinggal di rumah seluas 110 m2, dan kendaraan yang dimiliki hanya sebuah mobil keluarga keluaran Daihatsu.
Ekspor Pak Jahe kian tumbuh, permintaan semakin meningkat. Pak Jahe sangat bersyukur dengan keadaan ini. Perputaran nilai ekspor Pak Jahe terbilang cukup besar. Mencapai 300 ribu US Dolar per semester. Saat itu rupiah berada pada kisaran Rp 13.000 per USD. Artinya sekali sekali ekspor nilai transaksinya adalah 3,9 miliar. Modal yang dikeluarkan per ekspor sekitar 225 ribu US Dolar dan keuntungan bersih 75 ribu US Dolar.
Setiap selesai transaksi, Pak Jahe segera merupiahkan dolar yang didapatkannya. Agar ia bisa segera membayar kewajiban-kewajibannya kepada rekanan-rekanannya... Kewajiban yang mesti dibayarkan Pak Jahe adalah 2,6 miliar lagi setelah ia membayarkan uang muka sebesar 325 juta. Dan mestinya untung bersih yang bisa ia bukukan adalah 975 juta.
Tapi apa daya, saat itu Pak Jahe terlambat menukarkan Dolar yang hasil transaksi tadi karena ada hajatan yang cukup besar di keluarganya yang cukup menyita waktu Pak Jahe.
Rupanya, bertepatan dengan kejadian ini Pimpinan Negeri ini dipaksa mundur dan Rupiah menguat tajam ke level Rp 8000/Dolar. Artinya uang 300 ribu Dolar yang dipegang Pak Jahe jika dirupiahkan hanya menjadi 2,4 miliar. Sedangkan Pak Jahe sudah mengeluarkan uangnya untuk modal sebesar 325 Juta hingga tabungannya tinggal 175 juta saja,
Sedangkan kewajiban yang harus dibayarkan Pak Jahe kepada rekanan-rekanannya adalah 2,6 miliar. Padahal uang yang telah dirupiahkan hanya 2,4 miliar saja. Pak Jahe mesti menutup kerugian sebesar 200 juta. Sementara tabungan Pak Jahe tinggal 175 juta. Masih minus 25 juta. Luar biasa sistem floating kurs pada uang kertas. Sangat mengerikan efeknya.
Wallahualam
Alkisah Pak Jahe adalah seorang pengusaha sepatu yang cukup sukses. Penghasilan terbesarnya didapatnya dari ekspor ke negara-negara tetangga. Simpanan uang dan modal Pak Jahe mencapai Rp 500 juta. Tapi Pak Jahe tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia dan keluarganya hanya tinggal di rumah seluas 110 m2, dan kendaraan yang dimiliki hanya sebuah mobil keluarga keluaran Daihatsu.
Ekspor Pak Jahe kian tumbuh, permintaan semakin meningkat. Pak Jahe sangat bersyukur dengan keadaan ini. Perputaran nilai ekspor Pak Jahe terbilang cukup besar. Mencapai 300 ribu US Dolar per semester. Saat itu rupiah berada pada kisaran Rp 13.000 per USD. Artinya sekali sekali ekspor nilai transaksinya adalah 3,9 miliar. Modal yang dikeluarkan per ekspor sekitar 225 ribu US Dolar dan keuntungan bersih 75 ribu US Dolar.
Setiap selesai transaksi, Pak Jahe segera merupiahkan dolar yang didapatkannya. Agar ia bisa segera membayar kewajiban-kewajibannya kepada rekanan-rekanannya... Kewajiban yang mesti dibayarkan Pak Jahe adalah 2,6 miliar lagi setelah ia membayarkan uang muka sebesar 325 juta. Dan mestinya untung bersih yang bisa ia bukukan adalah 975 juta.
Tapi apa daya, saat itu Pak Jahe terlambat menukarkan Dolar yang hasil transaksi tadi karena ada hajatan yang cukup besar di keluarganya yang cukup menyita waktu Pak Jahe.
Rupanya, bertepatan dengan kejadian ini Pimpinan Negeri ini dipaksa mundur dan Rupiah menguat tajam ke level Rp 8000/Dolar. Artinya uang 300 ribu Dolar yang dipegang Pak Jahe jika dirupiahkan hanya menjadi 2,4 miliar. Sedangkan Pak Jahe sudah mengeluarkan uangnya untuk modal sebesar 325 Juta hingga tabungannya tinggal 175 juta saja,
Sedangkan kewajiban yang harus dibayarkan Pak Jahe kepada rekanan-rekanannya adalah 2,6 miliar. Padahal uang yang telah dirupiahkan hanya 2,4 miliar saja. Pak Jahe mesti menutup kerugian sebesar 200 juta. Sementara tabungan Pak Jahe tinggal 175 juta. Masih minus 25 juta. Luar biasa sistem floating kurs pada uang kertas. Sangat mengerikan efeknya.
Wallahualam
Kamis, 17 November 2011
Krismon (lagi)?
Jakarta - 17 Nov 11
Pada tahun 1998 lalu, tidak ada yang menyangka, kalau rupiah yang tadinya adem ayem Rp2.300/dolar tiba-tiba terus merosot sampai sempat menyentuh Rp16.000/dolar. Hampir 7 kali lipatnya.
Kalau sekarang rupiah terkena krisis seperti itu lagi bagaimana ya? Sekarang rupiah berada di kisaran Rp9.000/dolar... kalau merosot 7 kali lipat seperti tahun 1998, rupiah akan menjadi Rp63.000/dolar. WOOW. Nampak mustahil? Lha tahun 1998 aja bisa begitu. Apa yg bisa mencegah hal tersebut tidak terulang?
Tapi seandainya rupiah merosot ke angka Rp20.000/dolar aja deh... apa yg akan terjadi? Gadget impor akan jadi lebih mahal 2 kali lipat lebih... itu pasti.. Daging impor jadi mahal... Beras impor jadi mahal... Semua yg impor akan jadi mahal... Termasuk bensin!! Soalnya kita bensin kan kita ngimpor... Lha kalo bensin udah naik, ya otomatis yang nggak impor akan naik ramai-ramai juga...
Apa kabarnya dengan nilai emas simpanan kita?
Mari kita hitung harga emas kita saat ini saat "normal"
Rumusnya adalah:
Harga Internasional (dlm USD) x Nilai Rupiah : 31,104 gr.
1760 USD x Rp 9.000 : 31,104 gr = Rp509.259/gram <-- inilah harga dasar internasional.
Dengan segala ongkos masuk dan ongkos cetak di Antam, jadilah harganya Rp520.000/gram.
(Kok murah? Lha iya, ini dalam pecahan 1000 gram alias 1 kilo... kalo beli pecahan makin kecil akan makin mahal).
oke.. jadi 520 rb/gram lah ya... gimana saat Rupiah jadi 20 rb terhadap dolar?
Lets see... mau itung sendiri? saya itungin deeh...
1760 USD x Rp 20.000 : 31,104 gr = Rp 1.131.687/gram
Masih bisa beli beras atau daging dengan jumlah yang relatif sama kalau tiba-tiba mereka jadi mahal...
Wallahualam
Langganan:
Komentar (Atom)